Pages

Selasa, 19 April 2011

Pos Polisi : Tempat Penegakan dan Pelanggaran Aturan


Tri Widianto, Anggota Satlantas Polresta Bekasi Kota
Anggota Satlantas Polresta Bekasi Kota, Tri Widianto (29) pada wawancara Senin (19/04) di Pos Polisi Jl. Chairul Anwar, mengatakan “ Pelanggaran lalu lintas disebabkan oleh pengemudi yang tidak teratur.”

Sebagai polisi lalu lintas yang bertugas mengatur dan melancarkan lalu lintas, Bapak Tri mengaku kewalahan dalam mengatur pengemudi angkutan umum. Polisi harus berdiri ditempat-tempat pangkalan agar supir angkutan umum tidak menetap untuk menunggu penumpang. Jika tidak, macet tidak dapat dihindari. Terkadang polisi pun suka berdiri di halte-halte untuk mencegah angkutan umum yang nge-tem, walau kenyataannya halte memang tempat untuk menaik turunkan penumpang.”Halte itu kan tempat untuk menaik turunkan penumpang, apabila supir angkot berhenti hanya untuk menurunkan atau menaikkan penumpang itu tidak masalah. Masalahnya adalah apabila supir tersebut nge-tem. Itu kan mengganggu kelancaran lalu lintas.” Jelas Bapak Tri mengenai hal tersebut. Kawasan Bulan-Bulan merupakan kawasan yang paling sulit diatur lalu lintasnya, salah satu penyebab adalah jalur kereta api yang ada disana.

Ada 14 pos polisi yang tersebar di daerah Bekasi yaitu perempatan Mega Bekasi, BCP, Kayuringin, Bulan-Bulan, Proyek, Pintu Terminal, Rawa Semut, Rawa Panjang, Jl. Chairil Anwar, Pekayon, Bulak Kapal, perempatan Bendungan, Simpang Lima Jati Bening, dan perbatasan dengan Jak-Tim. Polisi yang bertugas ditiap-tiap pos pun di rolling setiap harinya. Setiap pos terdiri dari 2 petugas, namun apabila membutuhkan lebih banyak pasukan pengatur lalu lintas, maka polisi yang sedang “longgar” di pos lain bisa membantu. Jam kerja polisi lalu lintas dibagi menjadi 2 shift, pukul 05:00 – 14:00 dan 14:00 – 22:00.

Bicara polisi lalu lintas tidak lengkap rasanya jika tidak membicarakan persoalan tilang.
”Peraturan itu kan yang membuat atasan kami, nah kita hanya menjalankan. Apabila ada pengendara yang melanggar seperti ketidaklengkapan atribut tentu harus membayar denda pelanggaran di persidangan,mba.”
“Jadi membayar saat di persidangan ya pak, bukan di tempat kejadian?”
“Bukan!”
Kenyataannya saya sendiri pernah ditilang di pos tersebut dan berhasil lolos dari sidang dengan membayar uang sebesar Rp 50.000,00. Selain menilang, adakalanya polisi memberhentikan pengendara untuk melakukan pemeriksaan atribut dan surat-surat. Razia, merupakan sebutan dari kegiatan itu dilakukan sebulan penuh pada tanggal 17-18 April.

Opini Masyarakat

Walaupun polisi melakukan tugas demi kebaikan bersama, nyatanya banyak masyarakat yang mengutarakan kekecewaannya pada polisi. “ Sampai sekarang saya ga ngerti kenapa ada peraturan lampu harus dinyalakan pada siang hari. Matahari kan sudah terang, bahkan terangnya melebihi lampu. Jika sebagai tanda bagi motor lain, ya itu tadi, motor kan pasti terlihat dibawah matahari!” ujar Dimas Luqman (20), mahasiswa Ilmu Komunikasi UNISMA. “ Itu kan yang membuat peraturan sudah dari pemerintah diatas, kami hanya melaksanakan” ujar Bapak Tri gugup saat ditanyai persoalan lampu. 

Lain lagi cerita dari Ivan, wartawan Radar Bekasi, mengenai pengalamannya saat ditilang “ Polisi itu menyebalkan, kadang dia sengaja memberhentikan kita tanpa kesalahan yang jelas. Jadinya ya mencari-cari kesalahan. Waktu itu kebetulan saya ada yang kurang, akhirnya saya bayar aja pake sebungkus rokok. Murah banget yah.”

Kenyataannya tidak semua masyarakat memiliki sikap kontra terhadap polisi. Dipo Samastama Meidianto (17), mahasiswa, menuturkan bahwa terkadang polisi harus kita hargai pekerjaannya. Terlepas dari rahasia umum bahwa polisi suka mengambil pungutan liar, mengatur lalu lintas yang ruwet sepanjang hari memang tidak bisa dianggap enteng. “Yang penting kita tertib dan menghormati dia juga.” ujar mahasiswa jurusan Teknik Informatik ini. (Oleh : Jessi Carina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar