Pages

Kamis, 30 Juni 2011

Jika Aku Menjadi..... “Pembuat batu bata..”

Pagi-pagi sekali Chandra Sagita (mahasiswi) sudah diajak ke ladang oleh Bapak Narawi, dan ternyata itu merupakan ladang tanah untuk membuat batu bata. Disana Chandra Sagita membantu bapak ‘wi mencangkul tanah setelah itu tanah hasil cangkulan dibasahi oleh air hingga membentuk lumpur, tanah yang telah jadi lumpur harus diinjak-injak karna kata bapak wi’ “makin padat tanah maka akan menjadi bagus hasilnya” . Ternyata tanah lempung itu harus diangkut untuk dicetak menjadi batu bata dan kemudian dipanaskan selama tiga hari tiga malam ditungku api, bapak sudah 15 tahun menjadi pembuat batu bata dan bapak hanya dibayar Rp 75.000,00 untuk 1000 batu bata berarti bapak hanya dibayar Rp 75,00 untuk satu buah batu bata.
Pak ‘wi mempunyai dua orang anak yang bernama Imam dan Rohman, Imam menderita keterbelakangan mental  sehingga meski usianya sudah 7 tahun namun perawakannya masih seperti anak usia 2 tahun. Sampai saat ini Imam belum dapat bicara, dengan membenturkan kepalanya itu merupakan cara Imam memanggil bapak makanya bapak tidak pernah meninggalkan rumah jauh.
Seusai Imam berrhenti menangis, bapak menyuruh Chandra Sagita ini ngangon kambing karena Imam tidak mau ditinggalkan oleh bapak. “baru tahu kalau ngangon kambing sesusah ini“ begitu ujar mahasiswi cantik ini ketika sedang mengangon kambing yang pada kabur-kaburan kesana kemari. Ini bukan kambing milik bapak tapi ini kambing milik bu camat dan bapak diminta untuk mengurusnya, namun jika kambing ini beranak satu maka anak kambing tersebut akan diberikan pada bapak. Itu kata bapak ngadoh namanya. 
Disana mahasiswi ini juga diajak ke sungai untuk mencuci pakaian yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal pak ‘wi. Dengan kondisi Imam yang perlu diperhatikan bapak dan ibu membagi tugas rumah tangganya. Menurut Chandra Sagita sungai ini tidak layak disebut sebagai sungai namun lebih layak sebagai selokan karna untuk mencuci, mandi, kakus, semuanya dilakukan disini karena bapak tidak mempunyai kamar mandi.
Suasana malam disana sangat sepi dan tenang karena di rumah hanya ada Ibu lili, Imam, Rohman adiknya Imam, dan pak ‘wi . Bapak bukannya tidak mau membelikan tv untuk hiburan anak-anak, namun untuk dapat makan sehari-hari saja sudah cukup. Untuk makan malam hari ini Ibu hanya membuatkan singkong rebus karena upah bapak membuat batu bata belum dibayar.
Sebelum pulang, Chandra Sagita ingin mewujudkan impian bapak untuk memeriksakan Imam penyakit hernia yang di derita oleh Imam. Dan alhamdulillah Imam tidah perlu dioprasi sehingga membuat bapak lega. Di rumah, Chandra Sagita sudah mempersiapkan kejutan untuk bapak dan keluarga berupa sembako, sofa, tv, lemari pakaian, rak piring, dan 4 ekor kambing. Chandra Sagita sangat terharu ketika bapak dan keluarga mengucapkan banyak terima kasih dan menangis bahagia melihat semua itu.
Baginya, bapak telah mengajarkan banyak hal padanya terutama keikhlasan dan kesabaran . Dimana bapak begitu sabar mengurus Imam yang malah terkadang Imam menujukan sikap yang dapat membuat kesal orang disekitarnya  “ orang tua tidak akan menbenci anaknya sekali pun anaknya sangat nakal” begitu ucap pak ‘wi kepada mahasiswi yang telah tinggal selama 3 hari di kediamannya dan sudah dianggap sebagai anaknya..
(Desa Sukoanyar Cokro, Malang, Jawa Timur.)




by : Danik Isnawati 





                                         nb : program tv "jika aku menjadi" trans tv edisi 30 Juni 2011

1 komentar: